Site icon

Komentar SBY Dan Hamdan Zoelva Terkait Putusan PN Jakarta Pusat Tunda Pemilu 2024

OKUTIMUR.CO, Jakarta – Terkait putusan pengadilan negeri Jakarta pusat yang memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU), Mantan presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono dan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi RI 2013-2015 Hamdan Zoelva turut berkomentar, Dia merasa sangat kaget membaca berita bahwa Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memerintahkan KPU menunda pemilu 2024 selama 2 (dua) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari.

Mantan Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono sapaan SBY ini turut berkomentar, Dalam tulisannya ia menyampaikan, Menyimak putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kemarin (Tentang Pemilu), Rasanya ada yang aneh di negeri ini. Banyak pikiran dan hal yang keluar dari akal sehat, Apa yang sesungguhnya terjadi? What is really going on? Semoga tidak terjadi sesuatu yang tidak kita inginkan di tahun Pemilu ini.

“Bangsa ini tengah diuji, Banyak godaan, Tapi ingat rakyat kita jangan ada yg bermain api, terbakar nanti, Jangan ada yang menabur angin, Kena badai nanti, Let’s save our constitution and our beloved country,” Tulisnya (03/03) pukul 08:52 Wib.

Mahfud MD Menteri Koordinator Bidang Politik dan kabinet Indonesia maju juga ikut mengomentari hasil keputusan itu, Vonis Pengadilan Negeri Jakarta pusat tentang penundaan pemilu ke tahun 2025 harus dilawan karena tidak sesuai dengan kewenangannya, “Ini di luar yurisdiksi, sama dengan Peradilan Militer memutus kasus perceraian. Hukum pemilu bukan hukum perdata. Vonis itu bertentangan dengam UUD 1945 dan UU bahwa Pemilu dilakukan setiap 5 (lima) tahun,” Jelasnya (3/3/2023).

Sementara Hamdan Zoelva dalam komentarnya pada tanggal 2 Maret 2023 pukul 18:38 wib menuliskan, Walaupun masih putusan tingkat Pengadilan Negeri yang masih bisa banding dan kasasi menurutnya perlu dipertanyakan pemahaman dan kompetensi hakim dalam memutuskan perkara tersebut karena bukan kompetensinya yang menurutnya bisa salah faham atas objek gugatan.

“Seharusnya difahami bahwa sengketa pemilu itu, termasuk masalah verifikasi peserta pemilu adalah kompetensi peradilan sendiri, Yaitu Bawaslu dan PTUN atau mengenai sengketa hasil di Mahkamah Konstitusi. Tidak bisa dibawa ke ranah perdata dengan dasar PMH,” Jelasnya.

Selanjutnya dia menambahkan, Tidak ada kewenangan Pengadilan Negeri memutuskan masalah sengketa pemilu, Termasuk masalah verfikasi dan bukan kompotensinya karena itu putusannya pun menjadi salah.

“Sistem ini juga sangat rumit, sangat berat bagi para penyelenggara pemilu dan pemborosan uang negara karena biaya yang besar tidak bisa dihindari, Dengan sistem proporsional tertutup proses pemungutan, penghitungan dan rekapitulasi suara menjadi lebih sederhana, biaya lebih murah, prinsip demokrasi tetap dipertahankan. Akuntabilitas pemerintah tetap bisa dijaga,” Tambahnya.

Jadi menurutnya, Masalahnya hanya kekhawatiran atas dominasi partai dalam menentukan nomor urut yang harus diantisipasi dengan demokratisasi internal parpol dengan menjadikan parpol sebagai badan hukum milik publik, bukan milik elit partai, Parpol harus transparan dan diaudit oleh Badan Pemeriksa keuangan (BPK).

Selain itu Hamdan Zoelva yang sekarang berprofesi sebagai Ketua Dewan Pembinaan STKIP Bima menyebutkan, Dengan perubahan sistem ke proporsional tertutup, Memberi jalan bagi penyederhanaan penyelenggaraan pemilu yang sekarang seperti sebuah organisasi pemerintahan tersendiri dengan biaya luar biasa. “Dengan sistem Proporaional terbuka  yang melanggengkan oligarki, tidak memungkinkan untuk mewujudkan demokrasi dan keadilan ekonomi yang di cita-citakan oleh konstitusi,” Terangnya. (Rilis)

Exit mobile version